
Komodo Biawak
Komodo Biawak
Komodo atau biawak komodo (Varanus komodoensis). Spesies biawak besar yang terdapat di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Hewan ini oleh penduduk asli Pulau Komodo juga sebutan dengan nama setempat ora. Nama lain dari Komodo adalah buaya darat, walaupun Komodo bukanlah spesies buaya.
Komodo merupakan spesies terbesar dari familia Varanidae, sekaligus kadal terbesar di dunia. Dengan rata-rata panjang 2-3 meter dan beratnya bisa mencapai 100 kg. Komodo merupakan pemangsa puncak di habitatnya. Karena sejauh ini tidak bisa tahu adanya hewan karnivora besar lain selain Komodo ini di sebaran geografisnya.
Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka menjadi salah satu hewan paling terkenal di dunia. Sekarang, habitat Komodo yang sesungguhnya telah menyusut akibat aktivitas manusia. Sehingga lembaga IUCN memasukkan Komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Komodo telah ada ketetapan sebagai hewan yang terlindungi oleh pemerintah Indonesia. Dan habitatnya menjadi taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, yang tujuan berdirinya untuk melindungi mereka.
Anatomi Dan Morfologi
Komodo liar dewasa biasanya memiliki berat sekitar 70 kg. Namun Komodo peliharaan di penangkaran sering kali memiliki bobot yang lebih berat. Spesimen liar terbesar yang pernah ketemu panjangnya mencapai 3.13 meter dengan berat sekitar 166 kg. Itu termasuk berat makanan yang belum tercerna di dalam perutnya. Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya. Meskipun Komodo tercatat sebagai kadal terbesar di dunia, namun bukan spesies yang terpanjang. Reputasi panjang tubuh (tidak termasuk berat badan) masih Biawak Papua (Varanus salvadorii). Komodo jantan lebih besar dari pada Komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata. Sementara Komodo betina biasanya berwarna hijau kecokelatan dan memiliki bercak kecil kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih bervariasi warnanya, dengan warna kuning, hijau dan putih dengan latar belakang hitam.
Di dalam mulut Komodo dewasa, terdapat sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm. Sering terlepas atau tertanggalkan. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning kecokelatan dan bercabang. Air liur Komodo merupakan salah satu hal yang sering jadi pembicaraan banyak orang. Karena kebanyakan orang menganggapnya beracun seperti bisa ular atau kadal beracun. Bahkan anggapan tidak ada obatnya, baik untuk mencegah maupun menetralkan racun tersebut. Walau begitu, hal ini menjadi perdepatan panjang di antara para ahli hewan di dunia.
Fisiologi
Komodo mampu melihat hingga sejauh 300 m. Namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut, hewan ini tidak dapat melihat dengan baik di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun tidak begitu mampu membedakan objek yang tak bergerak. Konon Komodo tidak memiliki indera pendengaran, walaupun memiliki lubang telinga.
Komodo menggunakan lidahnya untuk mencium bau mangsanya seperti halnya sebagian besar Squamata. Lidah Komodo menangkap partikel bau di udara. Lalu menaruhnya ke organ di langit-langit mulutnya yang disebut organ Jacobson yang berfungsi untuk menganalisis tanda-tanda dari bau tersebut. Komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4—9.5 km. Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan. Lubang hidung Komodo hanya berfungsi untuk bernafas dan bukan mencium bau karena Komodo tidak memiliki selaput penerima bau di hidungnya. Komodo juga tidak memiliki organ perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di tenggorokan dalam.
Sempat ada anggapan Komodo tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mempengaruhi Komodo tersebut. Hal ini kemudian terbantahkan ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih Komodo untuk keluar makan dengan suaranya. Bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si Komodo.
Perilaku
Komodo liar hanya terdapat dan hanya bisa jumpa di Indonesia, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya di Pulau Komodo, Rinca dan sejumlah pulau kecil di sekitarnya serta di pesisir barat pulau Flores. Habitat Komodo adalah padang rumput terbuka (sabana) dan hutan belukar, terkadang juga di pesisir pantai. Komodo beraktivitas pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh ketika suhu udara sangat panas.
Namun Komodo adalah binatang yang penyendiri dan hanya berkumpul bersama pada saat makan atau berkembang biak. Komodo ini dapat berlari cepat hingga 20 km/jam pada jarak yang pendek. Dan Komodo juga pandai berenang dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter. Serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, Komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang. Seiring bertambahnya umur dan ukuran badan, Komodo lebih sering menggunakan cakarnya sebagai senjata. Karena ukuran tubuh yang besar menyulitkannya memanjat pohon.
Untuk tempat berlindung, Komodo mampu menggali lubang selebar 1–3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena ukuran tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, Komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari. Dan mengurangi waktu berjemur pada pagi hari selanjutnya.
Makanan
Komodo adalah hewan pemakan hewan lain (karnivora). Akan tetapi, biawak ini lebih sering memakan daging bangkai. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa biawak Komodo berburu mangsa hidup dengan cara mengendap-endap berikut dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu sudah dalam jangkauannya, Komodo segera menyerangnya dengan menggigit pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan. Komodo menemukan mangsanya dengan menggunakan lidahnya yang dapat merasakan bau mangsa, binatang mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5 kilometer.
Komodo memakan buruannya dengan cara mencabik potongan besar dari daging, lalu menelannya bulat-bulat, sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, terkadang Komodo langsung menghabiskannya sekali telan. Air liur pada mulut Komodo membantunya menelan mangsanya. Meskipun begitu, proses menelan tetap memerlukan waktu yang panjang, biasanya 15–20 menit perlu untuk menelan seekor kambing.
Komodo kadang-kadang berusaha mempercepat proses menelan itu. Dengan menekan daging mangsanya ke pohon atau batu, untuk memaksa daging “masuk” melewati kerongkongannya. Untuk menghindari penyumbatan udara ketika menelan, Komodo bernapas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang berhubungan langsung dengan paru-parunya. Rahang komodo dapat terbuka dengan leluasa karena otot tengkoraknya yang lentur. Itu memungkinkan Komodo dapat melahap mangsa yang besar hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam sekali makan. Mangsa Komodo dewasa di antaranya reptilia kecil (termasuk jenisnya sendiri), babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan kerbau. Sedangkan Komodo muda memangsa serangga, telur, mamalia dan reptilia kecil.
Setelah makan, Komodo berjalan menyeret tubuhnya yang kekenyangan mencari tempat terbuka untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri. Karena metabolismenya yang lamban, Komodo besar dapat bertahan dengan hanya makan kira-kira 12 kali setahun atau sekali sebulan. Setelah daging mangsanya tercerna, Komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk. Kemudian, Komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semak-semak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel di mulutnya.
Ketika makan secara berkelompok, Komodo yang berukuran paling besar biasanya makan terlebih dahulu. Berikut dengan Komodo lain yang berukuran lebih kecil. Jantan terbesar menunjukkan dominasinya melalui bahasa tubuh dan desisannya. Kemudian sambutan dengan bahasa yang sama oleh jantan-jantan lain yang lebih kecil untuk memperlihatkan pengakuan atas kekuasaan Komodo besar itu. Komodo-komodo yang berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan. Dengan cara berdiri pada dua kaki belakang, lalu saling memukul dan mendorong dengan kaki depan. Hingga salah satu mengaku kalah dan mundur. Walau kadang yang kalah dapat terbunuh dalam perkelahian dan jadi mangsa oleh si pemenang.
Kadang-kadang Komodo juga memangsa manusia dan mayat yang menggali dari lubang makam yang dangkal. Kebiasaan ini menyebabkan penduduk Pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur jenazah di tanah liat. Serta menutupi atasnya dengan batu-batu agar tidak dapat tergali oleh Komodo. Ada pula yang menduga bahwa Komodo berevolusi untuk memangsa gajah kerdil Stegodon yang pernah hidup di Flores. Komodo ketahuan juga pernah mengejutkan dan menakut-nakuti rusa-rusa betina yang tengah hamil. Dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya dapat jadi mangsa. Suatu perilaku yang juga terdapati pada hewan-hewan pemangsa besar di Afrika.
Bisa dan bakteri
Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan. Bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari famili Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini, pengetahuan bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi. Karena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini. Akan tetapi para peneliti ini menunjukkan. Bahwa efek langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu oleh sebab masuknya bisa berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan Komodo. Dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa. Bengkak secara cepat dalam sekian menit, gangguan pembekuan darah, rasa sakit hingga ke siku. Serta dengan sejumlah gejala yang bertahan hingga sekian jam kemudian.
Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang sangat beracun telah berhasil terambil dari mulut seekor Komodo di Kebun Binatang Singapura. Ini meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa punya Komodo. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo perkiraan adalah bakteri Pasteurella multocida.
Di samping mengandung bisa, air liur Komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya. Lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah terisolasi dari air liur ini. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia pada korbannya. Jika gigitan Komodo tidak langsung membunuh mangsa. Dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang tidak beruntung ini akan mati dalam waktu sehari atau seminggu akibat infeksi. Karena Komodo kemungkinan kebal terhadap mikrobanya sendiri. Banyak penelitian berlaku untuk mencari molekul antibakteri dengan harapan dapat berguna untuk pengobatan manusia.
Reproduksi
Musim nikah Komodo biasanya berlangsung antara bulan Mei hingga Agustus. Selama periode ini, Komodo jantan sering berkelahi dengan pejantan lain untuk memperebutkan betina dan wilayah kekuasaannya. Dua pejantan “bergulat” dengan jantan lainnya sambil berdiri menggunakan kaki belakang lalu saling mendorong dan memukul dengan kaki depan. Komodo yang kalah akan terjatuh dan “terkunci” ke tanah. Kedua Komodo jantan itu dapat muntah atau buang air besar ketika bersiap untuk berkelahi.
Pemenang pertarungan akan menjulurkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina. Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar mereka selama awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Selama pernikahan, si jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina, serta garukan keras di atas punggung dan menjilat. Kopulasi terjadi ketika jantan memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka betina. Komodo bersifat monogamus dan membentuk “pasangan,” suatu sifat yang langka untuk kadal.
Komodo betina biasanya meletakkan telurnya di lubang tanah. Cekungan di tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah mereka tinggalkan. Akan tetapi, Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah mereka tinggalkan. Sarang Komodo rata-rata berisi 20 telur. Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas setelah mengerami selama 7–8 bulan.
Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak Komodo. Keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi Komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka. Untuk sekian jam sebelum mulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini sangat rentan termangsa oleh predator.
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator. Termasuk dari Komodo dewasa yang kanibal, yang terkadang memangsa biawak-biawak muda yang berhasil jadi buruan. Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.
Partenogenesis
Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat sejumlah contoh kasus Komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis). FDnomena yang juga menjadi pengetahuan muncul pada sejumlah spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.
“River”, seekor Komodo di Kebun Binatang London. Bertelur pada awal tahun 2006 setelah terpisah dari jantan selama lebih dari dua tahun. Ilmuwan pada awalnya mengira bahwa Komodo ini dapat menyimpan sperma sekian lama. Dari hasil pernikahan dengan Komodo jantan pada waktu sebelumnya. Suatu adaptasi yang terkenal dengan istilah superfekundasi.
Pada tanggal 20 Desember 2006. Laporan bahwa “Flora”, Komodo yang hidup di Kebun Binatang Chester, Inggris adalah Komodo kedua yang menghasilkan telur tanpa fertilisasi. Ia mengeluarkan 11 telur, dan 7 di antaranya berhasil menetas.
Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris Utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah pindah ke inkubator. Dan terbukti bahwa “Flora” tidak memiliki kontak fisik dengan Komodo jantan. Setelah temuan yang mengejutkan ini, pengujian lalu berlaku terhadap telur-telur “River”. Dan ketahuan bahwa telur-telur itupun hasil tanpa pembuahan dari luar.
Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan sistem penentuan seks XY. Keturunan “Flora” yang berkelamin jantan, menunjukkan terjadinya sejumlah hal. Bahwa telur “Flora” yang tidak pembuahan bersifat haploid pada mulanya, kemudian menggandakan kromosomnya sendiri menjadi diploid. Ini menunjukkan bahwa ia tidak menghasilkan telur diploid, seperti terjadi jika salah satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada ovariumnya gagal.
Ketika Komodo betina (memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah satu dari pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya. Termasuk satu dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini kemudian duplikasi dalam telur, yang berkembang secara partenogenetika. Telur yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ (jantan). Dan yang menerima kromosom W akan menjadi WW dan gagal untuk berkembang.
Dugaan bahwa adaptasi reproduktif semacam ini memungkinkan seekor hewan betina memasuki sebuah relung ekologi yang terisolasi (seperti halnya pulau). Dan dengan cara partenogenesis kemudian menghasilkan keturunan jantan. Melalui pernikahan dengan anaknya itu pada saat yang berikutnya hewan-hewan ini dapat membentuk populasi yang bereproduksi secara seksual. Karena dapat menghasilkan keturunan jantan dan betina. Meskipun adaptasi ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman genetika.
Pada 31 Januari 2008. Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis pada Komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua Komodo betina dewasa. Salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada 19-20 Mei 2007. Hanya dua telur yang terinkubasi dan tertetaskan karena persoalan ketersediaan ruang. Pertama menetas pada 31 Januari 2008, mengikuti oleh yang kedua pada 1 Februari 2008. Kedua anak Komodo itu berkelamin jantan.
Evolusi
Perkembangan evolusi Komodo mulai dari genus Varanus. Muncul di Asia sekitar 40 juta tahun yang lalu yang kemudian bermigrasi ke Australia. Sekitar 15 juta tahun yang lalu, pertemuan lempeng benua Australia dan Asia Tenggara. Ini memungkinkan para biawak melakukan migrasi balik menuju wilayah yang sekarang terkenal sebagai Nusantara. Biawak Komodo yakin berevolusi dari nenek-moyang Australianya pada sekitar 4 juta tahun yang lalu. Kemudian menyeberang dan menyebar ke timur hingga sejauh Pulau Timor. Perubahan ketinggian permukaan laut semenjak zaman Es telah menyebabkan agihan Komodo berkurang dan sekarang hanya jumpa di sejumlah pulau saja.
Komodo Biawak Dan Manusia
Penemuan
Komodo pertama kali dokumentasi oleh orang Eropa pada tahun 1910. Namanya meluas setelah tahun 1912. Ketika Pieter Antonie Ouwens, Direktur Museum Zoologi di Buitenzorg (kini Bogor), menerbitkan jurnal tentang Komodo. Setelah menerima foto dan kulit reptil ini. Keberadaan biawak Komodo adalah faktor pendorong berlakunya ekspedisi ke Pulau Komodo oleh W. Douglas Burden pada tahun 1926. Setelah kembali dengan 12 spesimen yang terawetkan dan 2 ekor Komodo hidup, ekspedisi ini memberikan inspirasi untuk film King Kong tahun 1933. W. Douglas Burden adalah orang yang pertama memberikan nama “Komodo Dragon” kepada hewan ini. Tiga dari spesimen Komodo yang ia perolehnya terawetkan. Dan menjadi hewan pajangan yang hingga kini masih tersimpan di Museum Sejarah Alam Amerika.
Penelitian
Karena menyadari berkurangnya jumlah hewan ini di alam bebas, para ilmuwan dan organisasi internasional melarang perburuan Komodo. Dan membatasi jumlah hewan yang pengambilan untuk penelitian ilmiah. Ekspedisi Komodo terhenti semasa Perang Dunia II. Dan tak berlanjut sampai dengan tahun 1950an dan 1960an, saat berlaku penelitian-penelitian terhadap perilaku makan, reproduksi, dan temperatur tubuh Komodo. Pada tahun-tahun itu, sebuah ekspedisi yang lain rancangan untuk meneliti Komodo dalam jangka panjang. Tugas ini jatuh ke tangan keluarga Auffenberg, yang kemudian tinggal selama 11 bulan di Pulau Komodo pada tahun 1969. Selama masa itu, Walter Auffenberg dan Putra Sastrawan sebagai asistennya, berhasil menangkap dan menandai lebih dari 50 ekor Komodo. Hasil ekspedisi ini ternyata sangat berpengaruh terhadap meningkatnya penangkaran Komodo. Penelitian-penelitian berikutnya kemudian memberikan gambaran yang lebih terang dan jelas mengenai sifat-sifat alami Komodo. Sehingga para biolog seperti halnya Claudio Ciofi dapat melanjutkan kajian yang lebih mendalam.
Konservasi
Biawak Komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan terkatagorikan sebagai spesies Rentan dalam daftar IUCN Red List. Sekitar 4.000–5.000 ekor Komodo perkiraan masih hidup di alam liar. Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau. Rinca (1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin sekitar 2.000 ekor). Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi ini. Karena perkiraan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina yang produktif dan dapat berbiak.
Karena kekhawatiran ini, pada tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional Komodo. Ini untuk melindungi populasi Komodo dan ekosistemnya di sejumlah pulau termasuk Komodo, Rinca, dan Padar. Belakangan, penetapan pula Cagar Alam Wae Wuul dan Wolo Tado di Pulau Flores untuk membantu pelestarian Komodo. Namun di sisi lain, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Komodo, setidaknya sebagian, telah terbiasa dengan kehadiran manusia. Komodo-Komodo ini terbiasa pemberian makan karkas hewan ternak, sebagai atraksi untuk menarik turis pada sejumlah lokasi kunjungan.
Aktivitas vulkanis, gempa bumi, kerusakan habitat, kebakaran, populasi Komodo di Pulau Padar hampir punah karena kebakaran alami di sana. Berkurangnya mangsa, meningkatnya pariwisata, dan perburuan gelap, membuat Komodo semakin rentan terhadap kepunahan. CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species) menetapkan perdagangan Komodo, kulit maupun bagian-bagian lain dari hewan ini ilegal.
Meskipun jarang terjadi, Komodo dapat membunuh manusia. Pada tanggal 4 Juni 2007, seekor Komodo menyerang seorang anak laki-laki berumur delapan tahun. Anak ini kemudian meninggal karena perdarahan yang parah. Ini adalah catatan pertama mengenai serangan yang berakibat kematian pada 33 tahun terakhir.
Penangkaran
Sudah lama Komodo menjadi tontonan yang menarik di berbagai kebun binatang. Terutama karena ukuran tubuh dan reputasinya, yang membuatnya begitu populer. Meskipun demikian, hewan ini jarang terpamerkan di kebun binatang. Karena Komodo rentan terhadap infeksi dan penyakit akibat parasit, serta tidak mudah berkembang biak.
Komodo yang pertama pameran adalah pada Kebun Binatang Smithsonian pada tahun 1934. Namun hewan ini hanya bertahan hidup selama dua tahun. Upaya-upaya untuk memelihara reptil ini terus berlanjut, namun usia binatang ini dalam penangkaran tidak begitu panjang. Rata-rata hanya 5 tahun di kebun binatang tersebut. Penelitian yang berlaku oleh Walter Auffenberg di atas. Hasilnya kemudian terbit sebagai buku The Behavioral Ecology of the Komodo Monitor. Pada akhirnya memungkinkan pemeliharaan dan pembiakan satwa langka ini di penangkaran.
Telah teramati bahwa banyak spesimen Komodo yang terpelihara memperlihatkan perilaku jinak untuk jangka waktu tertentu. Pada sejumlah kejadian, laporan bahwa para pawang berhasil membawa keluar Komodo dari kandangnya untuk berinteraksi dengan pengunjung. Termasuk anak-anak di antaranya, tanpa akibat yang membahayakan pengunjung. Komodo kemungkinan dapat mengenali orang satu persatu. Ruston Hartdegen dari Kebun Binatang Dallas menyebutkan Komodo-komodo yang ia pelihara bereaksi berbeda bila berhadapan dengan pawang yang biasa memeliharanya. Juga dengan pawang lain yang kurang lebih sudah kenal, atau dengan pawang yang sama sekali belum kenal.
Penelitian terhadap Komodo peliharaan membuktikan bahwa hewan ini senang bermain. Suatu kajian mengenai Komodo yang mau mendorong sekop yang tinggal oleh pawangnya. Nyata-nyata memperlihatkan bahwa hewan itu tertarik pada suara yang timbul dari sekop ketika menggeser sepanjang permukaan berbatu. Seekor Komodo betina muda di Kebun Binatang Nasional di Washington, D.C. senang meraih dan mengguncangkan aneka benda termasuk patung-patung, kaleng-kaleng minuman, lingkaran plastik, dan selimut. Komodo ini pun senang memasuk-masukkan kepalanya ke dalam kotak, sepatu, dan aneka objek lainnya. Komodo tersebut bukan tak bisa membedakan benda-benda tadi dengan makanan; ia baru memakannya bila benda-benda tadi melumuri dengan darah tikus. Perilaku bermain-main ini dapat memperbandingkan dengan perilaku bermain mamalia.
Catatan lain mengenai kesenangan bermain Komodo dapat dari Universitas Tennessee. Seekor Komodo muda yang bernama “Kraken” bermain dengan gelang-gelang plastik, sepatu, ember, dan kaleng. Dengan cara mendorongnya, memukul-mukulnya, dan membawanya dengan menggigitnya di mulut. “Kraken” memperlakukan benda-benda itu berbeda dengan yang menjadi makanannya.
Komodo yang tampak jinak sekalipun dapat berperilaku agresif secara tidak terduga, khususnya bila teritorinya masuk oleh orang yang tidak kenal. Pada bulan Juni 2001, serangan seekor Komodo menimbulkan luka-luka serius. Pada Phil Bronstein—editor eksekutif harian San Francisco Chronicle. Dan bekas suami Sharon Stone, seorang aktris Amerika terkenal—ketika ia memasuki kandang binatang itu atas undangan pawangnya. Bronstein tergigit Komodo itu di kakinya yang telanjang. Setelah si pawang menyarankannya agar membuka sepatu putihnya, yang khawatir bisa memancing perhatian si Komodo. Meski pria itu selamat, namun ia membutuhkan pembedahan untuk menyambung kembali tendon ototnya yang terluka.
Komodo Biawak
Komodo Fun; Desain website oleh Cahaya Hanjuang